Anak adalah anugrah yang terindah yang diberikan oleh Allah kepada setiap orang tua, sehingga setiap orang tua ingin anak nya berhasil dan sukses dalam meniti kehidupan baik di dunia dan di akhirat. Seorang ibu adalah pendidik pertama dan utama untuk anak-anaknya, oleh karena itu, sebagai ibu kita perlu mengupgrade diri tiap hari agar bisa mendidik anak-anak kita sesuai dengan zaman di mana mereka hidup.
“Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu,” demikian pesan Khalifah Kedua Umat Islam, Umar bin Khaththab. Pesan yang sungguh singkat dan mudah diingat.
Salah satu cara mendidik anak tentu saja melalui perantara lisan, sayangnya… banyak orangtua khususnya ibu, yang belum memahami pentingnya menjaga kata-kata di depan anak, karena dapat berpengaruh besar pada perkembangan diri, psikologis, dan konsep diri anak.
Berikut ini, 8 hal yang sebaiknya tidak dikatakan kepada anak, terutama usia sampai dengan tujuh tahun:
1. Memberikan Pernyataan Negatif tentang Diri Anak
“Kamu anak yang pelit!”
“Kamu pemalas!”
“Kamu gendut!”
“Kamu nakal!”
Jenis pernyataan semacam itu dapat menyakiti perasaan anak-anak. Mereka akan menjadi seperti yang orang tua mereka katakan. Sungguh berbahaya, mengingat kata-kata seorang ibu bisa berarti doa untuk anak-anaknya.
Sebaliknya, katakanlah hal-hal positif kepada anak. Jika anak menerima nilai buruk, jangan mengatakan, “Kamu begitu bodoh!”; Katakan sesuatu yang lain. Sebagai contoh, katakanlah, “Jika kamu belajar lebih baik, kamu akan mendapatkan nilai yang lebih baik daripada ini karena kamu sebetulnya adalah anak pintar.” Bukankah kata-kata seperti ini akan lebih menenangkan hati anak kita?
2. Jangan katakan “Jangan Ganggu, Ibu Sibuk!”
Hal ini tampaknya seperti hal yang normal. Seorang ibu sibuk memasak di rumahnya. Atau ayah sibuk membaca berita menarik di koran. Atau mungkin juga melanjutkan tugas yang dibawa dari kantor. Lalu ia mengunci diri di kamarnya. Tiba-tiba anak datang dan meminta dia untuk sebuah bantuan. Dalam situasi yang ketat, orang tua dapat berteriak pada anak itu, “Jangan ganggu aku! Aku sibuk! ”
Menurut Suzette Haden Elgin PhD., penulis yang juga seorang pelatih bela diri verbal dikutip dari parenting.com, bahwa jika orang tua bertindak seperti itu, anak-anak mungkin merasa tidak berarti karena jika mereka meminta sesuatu pada orang tua mereka, mereka akan diberitahu untuk pergi.
Bayangkan… Jika sikap seperti itu diterapkan pada anak-anak kita, maka sampai mereka tumbuh dewasa, kemungkinan besar mereka akan merasa tidak ada gunanya berbicara dengan orangtua.
Di sisi lain, Suzette menyarankan bahwa jika memang sedang benar-benar sibuk, cobalah alihkan perhatian anak-anak untuk melakukan kegiatan lain sebelum kita membantu mereka. Misalnya, jika mereka meminta bantuan dalam melakukan pekerjaan rumah mereka dan kondisinya kita sedang benar-benar sibuk, mintalah mereka untuk melakukan aktivitas lain terlebih dahulu seperti menonton TV. Lalu kemudian, datanglah kepada mereka untuk membantu, asalkan gangguan tersebut tidak terlalu lama.
3. Jangan katakan “Jangan Menangis!”
Berurusan dengan anak-anak yang bertengkar dengan teman-teman mereka atau merasa kecewa karena perlakuan tertentu harus dilakukan secara bijaksana. Tidak perlu untuk memarahi atau meminta anak-anak anda untuk tidak cengeng. Banyak anak yang mengalami hal tersebut, orang tua mengatakan pada mereka, “Jangan cengeng!”, “Jangan sedih!”, “Jangan takut!”
Menurut Debbie Glasser, seorang psikolog anak, mengatakan kata-kata tersebut akan mengajarkan anak-anak bahwa perasaan sedih adalah sesuatu hal yang tidak umum, bahwa menangis bukanlah hal yang baik, sedangkan menangis sendiri merupakan ekspresi dari emosi tertentu yang setiap manusia miliki.
Oleh karena itu, untuk menangani masalah ini, akan lebih baik untuk meminta anak-anak menjelaskan apa yang membuat mereka sedih. Jika mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh teman-teman mereka, jelaskan pada mereka bahwa perilaku teman-teman mereka adalah tidak baik.
Dengan memberikan mereka gambaran perasaan yang mereka rasakan, orang tua telah memberikan mereka pelajaran empati. Anak-anak yang menangis akan segera menghentikan atau setidaknya mengurangi tangisan mereka.
4. Jangan Membanding-bandingkan Anak
“Lihatlah kakakmu, dia bisa melakukannya dengan cepat. Mengapa kamu tidak bisa melakukannya juga?”
“Temanmu bisa menggambar dengan bagus, kenapa kamu tidak?”
“Dulu ketika kecil ibu bisa begini begitu, masa kamu tidak bisa?!”
Perbandingan hanya akan membuat anak anda merasa bingung dan menjadi kurang percaya diri. Anak-anak bahkan mungkin membenci orang tua mereka karena mereka selalu mendapatkan perlakuan buruk dari perbandingan tersebut (terhadap kakak, adik, atau anak-anak lain), sedangkan perkembangan setiap anak berbeda.
Daripada membandingkan anak-anak, ibu sebaiknya membantu untuk menyelesaikan persoalannya. Misalnya, ketika anak mengalami masalah mengenakan pakaian mereka sementara saudara mereka bisa melakukannya lebih cepat, orang tua harus membantu mereka untuk melakukannya secara benar.
5. Jangan katakan “Tunggu Ayah Pulang ya! Biarkan kamu dihukum ayah”
Ada kalanya seorang ibu berada di rumah bersama anak-anak mereka tetapi tanpa ayahnya. Ketika anak-anak melakukan kesalahan, ibu tidak segera memberitahu anak-anak tentang kesalahan yang mereka buat. Si ibu hanya mengatakan, “Tunggu sampai ayahmu pulang.” Ini berarti menunggu sampai ayahnya yang akan menghukum nanti.
Menunda mengatakan kesalahan hanya akan memperburuk keadaan. Ada kemungkinan bahwa ketika seorang ibu menceritakan kembali kesalahan yang dilakukan anak-anak mereka, ibu malah membesar-besarkan sehingga anak-anak menerima hukuman yang lebih dari seharusnya.
Ada kemungkinan juga orang tua menjadi lupa kesalahan anak-anak mereka, sehingga kesalahan yang seharusnya dikoreksi terabaikan. Oleh karena itu, akan lebih baik untuk tidak menunda dalam mengoreksi kesalahan yang dilakukan anak-anak sebelum menjadi lupa sama sekali, dan
6. Jangan Terlalu mudah dan berlebihan memberi pujian
Rupanya, memberikan pujian dengan mudah juga bukan hal yang baik. Memberikan pujian dengan mudah akan terkesan “murah”. Oleh karena itu jika seorang anak melakukan sesuatu yang sederhana, tidak perlu memuji dengan “Luar Biasa! Luar Biasa!” Karena anak secara alamiah akan mengetahui hal-hal yang dia lakukan dengan biasa-biasa saja atau luar biasa.
Yang perlu diperhatikan juga, pujilah sikap anak kita, dan jangan memuji dirinya atau hasil perbuatannya. Sekiranya ia mendapat hasil bagus di sekolah, pujilah “Alhamdulillaah, Ibu bangga dengan kerja keras kamu sehingga kamu mendapat nilai baik!”
Jika kita memuji hasil yang dilakukan anak dan bukan sikapnya, sangat mungkin anak kita akan berfokus pada hasil dan tidak peduli dengan sikap/ karakter yang baik, misalnya… demi mendapat nilai ujian bagus, anak akan rela mencontek atau bertanya pada teman ketika ujian.
7. Jangan Katakan “Kamu Selalu…” atau “Kamu tidak pernah…”
Janganlah melontarkan kalimat dengan “Kamu selalu….” atau “Kamu tidak pernah…”. Memang, kata-kata ini kadang refleks langsung terucap oleh orangtua, namun hindarilah penggunaan kalimat ini.
“Hati-hati, kedua kata-kata itu ada makna di dalamnya. Di dalam pernyataan “Kamu selalu…” dan “Kamu tidak pernah” adalah label yang bisa melekat selamanya di dalam diri anak,” ujar Jenn Berman PhD, seorang psikoterapis.
Berman mengungkapkan, kedua pernyataan yang kerap dilontarkan oleh orang tua ini akan membentuk kepribadian anak. Anak-anak akan menjadi seperti apa yang dikatakan terhadap dirinya. Bila orangtua mengatakan sang anak selalu lupa menelepon ke rumah jika pulang terlambat, maka ia akan menjadi anak yang tidak pernah menelepon ke rumah.
“Sebaliknya, bertanyalah kepada anak tentang apa yang bisa orangtua lakukan untuk membantu dia mengubah kebiasaannya. Misalnya, ‘Ibu perhatikan kamu sering lupa membawa pulang buku pelajaran ke rumah. Apa yang bisa Ibu bantu supaya kamu ingat untuk membawa bukumu pulang?’. Pernyataan seperti itu akan membuat anak merasa terbantu dan nyaman,” jelas dr Berman.
8. Jangan katakan “Bukan begitu caranya, sini biar ibu saja!”
Pernyataan lainnya yang harus kita hindari adalah “Bukan begitu caranya. Sini, biar Ibu saja.” Biasanya orangtua mengeluarkan pernyataan ini jika mereka meminta anak membantu sebuah pekerjaan, namun anak tidak melakukannya seperti yang dikehendaki. Dr Berman mengatakan, orang tua harus menghindari pernyataan ini.
“Ini sebuah kesalahan, karena ia (anak) menjadi tidak belajar bagaimana caranya. Daripada berkata demikian, lebih baik ibu melakukan langkah kolaboratif dengan mengajak anak melakukan pekerjaan itu bersama sambil ibu menjelaskan bagaimana cara melakukannya,".
(Ummi-online)
Anak adalah anugrah yang terindah yang diberikan oleh Allah kepada setiap orang tua, sehingga setiap orang tua ingin anak nya berhasil dan sukses dalam meniti kehidupan baik di dunia dan di akhirat. Seorang ibu adalah pendidik pertama dan utama untuk anak-anaknya, oleh karena itu, sebagai ibu kita perlu mengupgrade diri tiap hari agar bisa mendidik anak-anak kita sesuai dengan zaman di mana mereka hidup.
“Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu,” demikian pesan Khalifah Kedua Umat Islam, Umar bin Khaththab. Pesan yang sungguh singkat dan mudah diingat.
Salah satu cara mendidik anak tentu saja melalui perantara lisan, sayangnya… banyak orangtua khususnya ibu, yang belum memahami pentingnya menjaga kata-kata di depan anak, karena dapat berpengaruh besar pada perkembangan diri, psikologis, dan konsep diri anak.
Berikut ini, 8 hal yang sebaiknya tidak dikatakan kepada anak, terutama usia sampai dengan tujuh tahun:
1. Memberikan Pernyataan Negatif tentang Diri Anak
“Kamu anak yang pelit!”
“Kamu pemalas!”
“Kamu gendut!”
“Kamu nakal!”
Jenis pernyataan semacam itu dapat menyakiti perasaan anak-anak. Mereka akan menjadi seperti yang orang tua mereka katakan. Sungguh berbahaya, mengingat kata-kata seorang ibu bisa berarti doa untuk anak-anaknya.
Sebaliknya, katakanlah hal-hal positif kepada anak. Jika anak menerima nilai buruk, jangan mengatakan, “Kamu begitu bodoh!”; Katakan sesuatu yang lain. Sebagai contoh, katakanlah, “Jika kamu belajar lebih baik, kamu akan mendapatkan nilai yang lebih baik daripada ini karena kamu sebetulnya adalah anak pintar.” Bukankah kata-kata seperti ini akan lebih menenangkan hati anak kita?
2. Jangan katakan “Jangan Ganggu, Ibu Sibuk!”
Hal ini tampaknya seperti hal yang normal. Seorang ibu sibuk memasak di rumahnya. Atau ayah sibuk membaca berita menarik di koran. Atau mungkin juga melanjutkan tugas yang dibawa dari kantor. Lalu ia mengunci diri di kamarnya. Tiba-tiba anak datang dan meminta dia untuk sebuah bantuan. Dalam situasi yang ketat, orang tua dapat berteriak pada anak itu, “Jangan ganggu aku! Aku sibuk! ”
Menurut Suzette Haden Elgin PhD., penulis yang juga seorang pelatih bela diri verbal dikutip dari parenting.com, bahwa jika orang tua bertindak seperti itu, anak-anak mungkin merasa tidak berarti karena jika mereka meminta sesuatu pada orang tua mereka, mereka akan diberitahu untuk pergi.
Bayangkan… Jika sikap seperti itu diterapkan pada anak-anak kita, maka sampai mereka tumbuh dewasa, kemungkinan besar mereka akan merasa tidak ada gunanya berbicara dengan orangtua.
Di sisi lain, Suzette menyarankan bahwa jika memang sedang benar-benar sibuk, cobalah alihkan perhatian anak-anak untuk melakukan kegiatan lain sebelum kita membantu mereka. Misalnya, jika mereka meminta bantuan dalam melakukan pekerjaan rumah mereka dan kondisinya kita sedang benar-benar sibuk, mintalah mereka untuk melakukan aktivitas lain terlebih dahulu seperti menonton TV. Lalu kemudian, datanglah kepada mereka untuk membantu, asalkan gangguan tersebut tidak terlalu lama.
3. Jangan katakan “Jangan Menangis!”
Berurusan dengan anak-anak yang bertengkar dengan teman-teman mereka atau merasa kecewa karena perlakuan tertentu harus dilakukan secara bijaksana. Tidak perlu untuk memarahi atau meminta anak-anak anda untuk tidak cengeng. Banyak anak yang mengalami hal tersebut, orang tua mengatakan pada mereka, “Jangan cengeng!”, “Jangan sedih!”, “Jangan takut!”
Menurut Debbie Glasser, seorang psikolog anak, mengatakan kata-kata tersebut akan mengajarkan anak-anak bahwa perasaan sedih adalah sesuatu hal yang tidak umum, bahwa menangis bukanlah hal yang baik, sedangkan menangis sendiri merupakan ekspresi dari emosi tertentu yang setiap manusia miliki.
Oleh karena itu, untuk menangani masalah ini, akan lebih baik untuk meminta anak-anak menjelaskan apa yang membuat mereka sedih. Jika mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh teman-teman mereka, jelaskan pada mereka bahwa perilaku teman-teman mereka adalah tidak baik.
Dengan memberikan mereka gambaran perasaan yang mereka rasakan, orang tua telah memberikan mereka pelajaran empati. Anak-anak yang menangis akan segera menghentikan atau setidaknya mengurangi tangisan mereka.
4. Jangan Membanding-bandingkan Anak
“Lihatlah kakakmu, dia bisa melakukannya dengan cepat. Mengapa kamu tidak bisa melakukannya juga?”
“Temanmu bisa menggambar dengan bagus, kenapa kamu tidak?”
“Dulu ketika kecil ibu bisa begini begitu, masa kamu tidak bisa?!”
Perbandingan hanya akan membuat anak anda merasa bingung dan menjadi kurang percaya diri. Anak-anak bahkan mungkin membenci orang tua mereka karena mereka selalu mendapatkan perlakuan buruk dari perbandingan tersebut (terhadap kakak, adik, atau anak-anak lain), sedangkan perkembangan setiap anak berbeda.
Daripada membandingkan anak-anak, ibu sebaiknya membantu untuk menyelesaikan persoalannya. Misalnya, ketika anak mengalami masalah mengenakan pakaian mereka sementara saudara mereka bisa melakukannya lebih cepat, orang tua harus membantu mereka untuk melakukannya secara benar.
5. Jangan katakan “Tunggu Ayah Pulang ya! Biarkan kamu dihukum ayah”
Ada kalanya seorang ibu berada di rumah bersama anak-anak mereka tetapi tanpa ayahnya. Ketika anak-anak melakukan kesalahan, ibu tidak segera memberitahu anak-anak tentang kesalahan yang mereka buat. Si ibu hanya mengatakan, “Tunggu sampai ayahmu pulang.” Ini berarti menunggu sampai ayahnya yang akan menghukum nanti.
Menunda mengatakan kesalahan hanya akan memperburuk keadaan. Ada kemungkinan bahwa ketika seorang ibu menceritakan kembali kesalahan yang dilakukan anak-anak mereka, ibu malah membesar-besarkan sehingga anak-anak menerima hukuman yang lebih dari seharusnya.
Ada kemungkinan juga orang tua menjadi lupa kesalahan anak-anak mereka, sehingga kesalahan yang seharusnya dikoreksi terabaikan. Oleh karena itu, akan lebih baik untuk tidak menunda dalam mengoreksi kesalahan yang dilakukan anak-anak sebelum menjadi lupa sama sekali, dan
6. Jangan Terlalu mudah dan berlebihan memberi pujian
Rupanya, memberikan pujian dengan mudah juga bukan hal yang baik. Memberikan pujian dengan mudah akan terkesan “murah”. Oleh karena itu jika seorang anak melakukan sesuatu yang sederhana, tidak perlu memuji dengan “Luar Biasa! Luar Biasa!” Karena anak secara alamiah akan mengetahui hal-hal yang dia lakukan dengan biasa-biasa saja atau luar biasa.
Yang perlu diperhatikan juga, pujilah sikap anak kita, dan jangan memuji dirinya atau hasil perbuatannya. Sekiranya ia mendapat hasil bagus di sekolah, pujilah “Alhamdulillaah, Ibu bangga dengan kerja keras kamu sehingga kamu mendapat nilai baik!”
Jika kita memuji hasil yang dilakukan anak dan bukan sikapnya, sangat mungkin anak kita akan berfokus pada hasil dan tidak peduli dengan sikap/ karakter yang baik, misalnya… demi mendapat nilai ujian bagus, anak akan rela mencontek atau bertanya pada teman ketika ujian.
7. Jangan Katakan “Kamu Selalu…” atau “Kamu tidak pernah…”
Janganlah melontarkan kalimat dengan “Kamu selalu….” atau “Kamu tidak pernah…”. Memang, kata-kata ini kadang refleks langsung terucap oleh orangtua, namun hindarilah penggunaan kalimat ini.
“Hati-hati, kedua kata-kata itu ada makna di dalamnya. Di dalam pernyataan “Kamu selalu…” dan “Kamu tidak pernah” adalah label yang bisa melekat selamanya di dalam diri anak,” ujar Jenn Berman PhD, seorang psikoterapis.
Berman mengungkapkan, kedua pernyataan yang kerap dilontarkan oleh orang tua ini akan membentuk kepribadian anak. Anak-anak akan menjadi seperti apa yang dikatakan terhadap dirinya. Bila orangtua mengatakan sang anak selalu lupa menelepon ke rumah jika pulang terlambat, maka ia akan menjadi anak yang tidak pernah menelepon ke rumah.
“Sebaliknya, bertanyalah kepada anak tentang apa yang bisa orangtua lakukan untuk membantu dia mengubah kebiasaannya. Misalnya, ‘Ibu perhatikan kamu sering lupa membawa pulang buku pelajaran ke rumah. Apa yang bisa Ibu bantu supaya kamu ingat untuk membawa bukumu pulang?’. Pernyataan seperti itu akan membuat anak merasa terbantu dan nyaman,” jelas dr Berman.
8. Jangan katakan “Bukan begitu caranya, sini biar ibu saja!”
Pernyataan lainnya yang harus kita hindari adalah “Bukan begitu caranya. Sini, biar Ibu saja.” Biasanya orangtua mengeluarkan pernyataan ini jika mereka meminta anak membantu sebuah pekerjaan, namun anak tidak melakukannya seperti yang dikehendaki. Dr Berman mengatakan, orang tua harus menghindari pernyataan ini.
“Ini sebuah kesalahan, karena ia (anak) menjadi tidak belajar bagaimana caranya. Daripada berkata demikian, lebih baik ibu melakukan langkah kolaboratif dengan mengajak anak melakukan pekerjaan itu bersama sambil ibu menjelaskan bagaimana cara melakukannya,".
(Sumber Ummi-online)