Kamis, 30 April 2015

Lelah Yang Disukai Allah dan Rosul-Nya

Ada 8 kelelahan yang disukai Allah SWT dan Rasul-Nya :

1. Lelah dalam berjihad di jalan-Nya (QS. 9:111)

2. Lelah dalam berda'wah/mengajak kepada kebaikan (QS.41:33)

3. Lelah dalam beribadah dan beramal sholeh (QS.29:69)

4. Lelah mengandung, melahirkan, menyusui. merawat dan mendidik putra/putri amanah Illahi (QS. 31:14)

5. Lelah dalam mencari nafkah halal (QS. 62:10)

6. Lelah mengurus keluarga (QS. 66:6)

7. Lelah dalam belajar/menuntut ilmu (QS. 3:79)

8. Lelah dalam kesusahan, kekurangan dan sakit (QS.2:155)

Semoga kelelahan dan kepayahan yang kita rasakan menjadi bagian yang disukai Allah dan RasulNya. Aamiin yaa Rabbal-'aalamiin

Lelah itu nikmat. Bagaimana mungkin? Logikanya bagaimana? Jika anda seorang ayah, yang seharian bekerja keras mencari nafkah sehingga pulang ke rumah dalam kelelahan yang sangat. Itu adalah nikmat Allah swt yang luar biasa, karena banyak orang yang saat ini menganggur dan bingung mencari kerja.

Jika anda seorang istri yang selalu kelelahan dengan tugas rumah tangga dan tugas melayani suami yang tidak pernah habis. Sungguh itu nikmat luar biasa, karena betapa banyak wanita sedang menanti-nanti untuk menjadi seorang istri, namun jodoh tak kunjung hadir.

Jika kita orang tua yang sangat lelah tiap hari, karena merawat dan mendidik anak-anak, sungguh itu nikmat yang luar biasa. Karena betapa banyak pasangan yang sedang menanti hadirnya buah hati, sementara Allah swt belum berkenan memberi amanah.

Lelah dalam Mencari Nafkah

Suatu ketika Nabi saw dan para sahabat melihat ada seorang laki-laki yang sangat rajin dan ulet dalam bekerja, seorang sahabat berkomentar: “Wahai Rasulullah, andai saja keuletannya itu dipergunakannya di jalan Allah.”

Rasulullah saw menjawab: “Apabila dia keluar mencari rezeki karena anaknya yang masih kecil, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena kedua orang tuanya yang sudah renta, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena dirinya sendiri supaya terjaga harga dirinya, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena riya’ dan kesombongan, maka dia di jalan setan.” (Al-Mundziri, At-Targhîb wa At-Tarhîb).

Sungguh penghargaan yang luar biasa kepada siapa pun yang lelah bekerja mencari nafkah. Islam memandang bahwa usaha mencukupi kebutuhan hidup di dunia juga memiliki dimensi akhirat.

Bahkan secara khusus Rasulullah saw memberikan kabar gembira kepada siapa pun yang kelelahan dalam mencari rejeki. “Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan mencari rejeki pada siang harinya, maka pada malam itu ia diampuni dosanya oleh Allah swt.”

Subhanallah, tidak ada yang sia-sia bagi seorang muslim, kecuali di dalamnya selalu ada keutamaan.

Kelelahan dalam bekerja bisa mengantarkan meraih kebahagiaan dunia berupa harta, di sisi lain dia mendapatkan keutamaan akhirat dengan terhapusnya dosa-dosa. Syaratnya bekerja dan lelah. Bukankah ini bukti tak terbantahkan, bahwa kelelahan ternyata nikmat yang luar biasa?

Kelelahan Mendidik Anak

Di hari kiamat kelak, ada sepasang orangtua yang diberi dua pakaian (teramat indah) yang belum pernah dikenakan oleh penduduk bumi.

Keduanya bingung dan bertanya: ”Dengan amalan apa kami bisa memperoleh pakaian seperti ini?” Dikatakan kepada mereka: “Dengan (kesabaran)mu dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anakmu.”

Merawat dan mendidik anak untuk menjadi generasi shaleh/shalehah bukan urusan yang mudah. Betapa berat dan sangat melelahkan. Harta saja tidak cukup.

Betapa banyak orang-orang kaya yang anaknya “gagal” karena mereka sibuk mencari harta, namun abai terhadap pendidikan anak. Mereka mengira dengan uang segalanya bisa diwujudkan. Namun, uang dibuat tidak berdaya saat anak-anak telah menjadi pendurhaka.

Berbahagialah manusia yang selama ini merasakan kelelahan dan berhati-hatilah yang tidak mau berlelah-lelah. Segala sesuatu ada hitungannya di sisi Allah swt. Kebaikan yang besar mendapat keutamaan, kebaikan kecil tidak akan pernah terlupakan.

Rasulullah saw bersabda: “Pahalamu sesuai dengan kadar lelahmu.”

Allah swt akan selalu menilai dan menghitung d
engan teliti dan tepat atas semua prestasi hidup kita, sebagaimana firman-Nya:

“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan di perlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna”. (QS. An-Najm: 39-41).

8 Hal yang sebaiknya TIDAK di katakan kepada Anak

Anak adalah anugrah yang terindah yang diberikan oleh Allah kepada setiap orang tua, sehingga setiap orang tua ingin anak nya berhasil dan sukses dalam meniti kehidupan baik di dunia dan di akhirat. Seorang ibu adalah pendidik pertama dan utama untuk anak-anaknya, oleh karena itu, sebagai ibu kita perlu mengupgrade diri tiap hari agar bisa mendidik anak-anak kita sesuai dengan zaman di mana mereka hidup.

“Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu,” demikian pesan Khalifah Kedua Umat Islam, Umar bin Khaththab. Pesan yang sungguh singkat dan mudah diingat.

Salah satu cara mendidik anak tentu saja melalui perantara lisan, sayangnya… banyak orangtua khususnya ibu, yang belum memahami pentingnya menjaga kata-kata di depan anak, karena dapat berpengaruh besar pada perkembangan diri, psikologis, dan konsep diri anak.

Berikut ini, 8 hal yang sebaiknya tidak dikatakan kepada anak, terutama usia sampai dengan tujuh tahun:

1. Memberikan Pernyataan Negatif tentang Diri Anak

“Kamu anak yang pelit!”

“Kamu pemalas!”

“Kamu gendut!”

“Kamu nakal!”

Jenis pernyataan semacam itu dapat menyakiti perasaan anak-anak. Mereka akan menjadi seperti  yang orang tua mereka katakan. Sungguh berbahaya, mengingat kata-kata seorang ibu bisa berarti doa untuk anak-anaknya.

Sebaliknya, katakanlah hal-hal positif kepada anak. Jika anak menerima nilai buruk, jangan mengatakan, “Kamu begitu bodoh!”; Katakan sesuatu yang lain. Sebagai contoh, katakanlah, “Jika kamu belajar lebih baik, kamu akan mendapatkan nilai yang lebih baik daripada ini karena kamu sebetulnya adalah anak pintar.” Bukankah kata-kata seperti ini akan lebih menenangkan hati anak kita?

2. Jangan katakan “Jangan Ganggu, Ibu Sibuk!”

Hal ini tampaknya seperti hal yang normal. Seorang ibu sibuk memasak di rumahnya. Atau ayah sibuk membaca berita menarik di koran. Atau mungkin juga melanjutkan tugas yang dibawa dari kantor. Lalu ia mengunci diri di kamarnya. Tiba-tiba anak datang dan meminta dia untuk sebuah bantuan. Dalam situasi yang ketat, orang tua dapat berteriak pada anak itu, “Jangan ganggu aku! Aku sibuk! ”

Menurut Suzette Haden Elgin PhD., penulis yang juga seorang pelatih bela diri verbal dikutip dari parenting.com, bahwa jika orang tua bertindak seperti itu, anak-anak mungkin merasa tidak berarti karena jika mereka meminta sesuatu pada orang tua mereka, mereka akan diberitahu untuk pergi.

Bayangkan… Jika sikap seperti itu diterapkan pada anak-anak kita, maka sampai mereka tumbuh dewasa, kemungkinan besar mereka akan merasa tidak ada gunanya berbicara dengan orangtua.

Di sisi lain, Suzette menyarankan bahwa jika memang sedang benar-benar sibuk, cobalah alihkan perhatian anak-anak untuk melakukan kegiatan lain sebelum kita membantu mereka. Misalnya, jika mereka meminta bantuan dalam melakukan pekerjaan rumah mereka dan kondisinya kita sedang benar-benar sibuk, mintalah mereka untuk melakukan aktivitas lain terlebih dahulu seperti menonton TV. Lalu kemudian, datanglah kepada mereka untuk membantu, asalkan gangguan tersebut tidak terlalu lama.

3. Jangan katakan “Jangan Menangis!”

Berurusan dengan anak-anak yang bertengkar dengan teman-teman mereka atau merasa kecewa karena perlakuan tertentu harus dilakukan secara bijaksana. Tidak perlu untuk memarahi atau meminta anak-anak anda untuk tidak cengeng. Banyak anak yang mengalami hal tersebut, orang tua mengatakan pada mereka, “Jangan cengeng!”, “Jangan sedih!”, “Jangan takut!”

Menurut Debbie Glasser, seorang psikolog anak, mengatakan kata-kata tersebut akan mengajarkan anak-anak bahwa perasaan sedih adalah sesuatu hal yang tidak umum, bahwa menangis bukanlah hal yang baik, sedangkan menangis sendiri merupakan ekspresi dari emosi tertentu yang setiap manusia miliki.

Oleh karena itu, untuk menangani masalah ini, akan lebih baik untuk meminta anak-anak menjelaskan apa yang membuat mereka sedih. Jika mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh teman-teman mereka, jelaskan pada mereka bahwa perilaku teman-teman mereka adalah tidak baik.

Dengan memberikan mereka gambaran perasaan yang mereka rasakan, orang tua telah memberikan mereka pelajaran empati. Anak-anak yang menangis akan segera menghentikan atau setidaknya mengurangi tangisan mereka.

4. Jangan Membanding-bandingkan Anak

“Lihatlah kakakmu, dia bisa melakukannya dengan cepat. Mengapa kamu tidak bisa melakukannya juga?”

“Temanmu bisa menggambar dengan bagus, kenapa kamu tidak?”

“Dulu ketika kecil ibu bisa begini begitu, masa kamu tidak bisa?!”

Perbandingan  hanya akan membuat anak anda merasa bingung dan menjadi kurang percaya diri. Anak-anak bahkan mungkin membenci orang tua mereka karena mereka selalu mendapatkan perlakuan buruk dari perbandingan tersebut (terhadap kakak, adik, atau anak-anak lain), sedangkan perkembangan setiap anak berbeda.

Daripada  membandingkan anak-anak, ibu sebaiknya membantu untuk menyelesaikan persoalannya. Misalnya, ketika anak mengalami masalah mengenakan pakaian mereka sementara saudara mereka bisa melakukannya lebih cepat, orang tua harus membantu mereka untuk melakukannya secara benar.

5. Jangan katakan “Tunggu Ayah Pulang ya! Biarkan kamu dihukum ayah”

Ada kalanya seorang ibu berada di rumah bersama anak-anak mereka tetapi tanpa ayahnya. Ketika anak-anak melakukan kesalahan, ibu tidak segera memberitahu anak-anak tentang kesalahan yang mereka buat. Si ibu hanya mengatakan, “Tunggu sampai ayahmu pulang.” Ini berarti menunggu sampai ayahnya yang akan menghukum nanti.

Menunda mengatakan kesalahan hanya akan memperburuk keadaan. Ada kemungkinan bahwa ketika seorang ibu menceritakan kembali kesalahan yang dilakukan anak-anak mereka, ibu malah membesar-besarkan sehingga anak-anak menerima hukuman yang lebih dari seharusnya.

Ada kemungkinan juga orang tua menjadi lupa kesalahan anak-anak mereka, sehingga kesalahan yang seharusnya dikoreksi terabaikan. Oleh karena itu, akan lebih baik untuk tidak menunda dalam mengoreksi kesalahan yang dilakukan anak-anak sebelum menjadi lupa sama sekali, dan

6. Jangan Terlalu mudah dan berlebihan memberi pujian

Rupanya, memberikan pujian dengan mudah juga bukan hal yang baik. Memberikan pujian dengan mudah akan terkesan “murah”. Oleh karena itu jika seorang anak melakukan sesuatu yang sederhana, tidak perlu memuji dengan “Luar Biasa! Luar Biasa!” Karena anak secara alamiah akan mengetahui hal-hal yang dia lakukan dengan biasa-biasa saja atau luar biasa.

Yang perlu diperhatikan juga, pujilah  sikap anak kita, dan jangan memuji dirinya atau hasil perbuatannya. Sekiranya ia mendapat hasil bagus di sekolah, pujilah “Alhamdulillaah, Ibu bangga dengan kerja keras kamu sehingga kamu mendapat nilai baik!”

Jika kita memuji hasil yang dilakukan anak dan bukan sikapnya, sangat mungkin anak kita akan berfokus pada hasil dan tidak peduli dengan sikap/ karakter yang baik, misalnya… demi mendapat nilai ujian bagus, anak akan rela mencontek atau bertanya pada teman ketika ujian.

7. Jangan Katakan “Kamu Selalu…” atau “Kamu tidak pernah…”

Janganlah melontarkan kalimat dengan “Kamu selalu….” atau “Kamu tidak pernah…”. Memang, kata-kata ini kadang refleks langsung terucap oleh orangtua, namun hindarilah penggunaan kalimat ini.

“Hati-hati, kedua kata-kata itu ada makna di dalamnya. Di dalam pernyataan “Kamu selalu…” dan “Kamu tidak pernah” adalah label yang bisa melekat selamanya di dalam diri anak,” ujar Jenn Berman PhD, seorang psikoterapis.

Berman mengungkapkan, kedua pernyataan yang kerap dilontarkan oleh orang tua ini akan membentuk kepribadian anak. Anak-anak akan menjadi seperti apa yang dikatakan terhadap dirinya. Bila orangtua mengatakan sang anak selalu lupa menelepon ke rumah jika pulang terlambat, maka ia akan menjadi anak yang tidak pernah menelepon ke rumah.

“Sebaliknya, bertanyalah kepada anak tentang apa yang bisa orangtua lakukan untuk membantu dia mengubah kebiasaannya. Misalnya, ‘Ibu perhatikan kamu sering lupa membawa pulang buku pelajaran ke rumah. Apa yang bisa Ibu bantu supaya kamu ingat untuk membawa bukumu pulang?’. Pernyataan seperti itu akan membuat anak merasa terbantu dan nyaman,” jelas dr Berman.

8. Jangan katakan “Bukan begitu caranya, sini biar ibu saja!”
Pernyataan lainnya yang harus kita hindari adalah “Bukan begitu caranya. Sini, biar Ibu saja.” Biasanya orangtua mengeluarkan pernyataan ini jika mereka meminta anak membantu sebuah pekerjaan, namun anak tidak melakukannya seperti yang dikehendaki. Dr Berman mengatakan, orang tua harus menghindari pernyataan ini.

“Ini sebuah kesalahan, karena ia (anak) menjadi tidak belajar bagaimana caranya. Daripada berkata demikian, lebih baik ibu melakukan langkah kolaboratif dengan mengajak anak melakukan pekerjaan itu bersama sambil  ibu menjelaskan bagaimana cara melakukannya,".
(Ummi-online)

Anak adalah anugrah yang terindah yang diberikan oleh Allah kepada setiap orang tua, sehingga setiap orang tua ingin anak nya berhasil dan sukses dalam meniti kehidupan baik di dunia dan di akhirat. Seorang ibu adalah pendidik pertama dan utama untuk anak-anaknya, oleh karena itu, sebagai ibu kita perlu mengupgrade diri tiap hari agar bisa mendidik anak-anak kita sesuai dengan zaman di mana mereka hidup.

“Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu,” demikian pesan Khalifah Kedua Umat Islam, Umar bin Khaththab. Pesan yang sungguh singkat dan mudah diingat.

Salah satu cara mendidik anak tentu saja melalui perantara lisan, sayangnya… banyak orangtua khususnya ibu, yang belum memahami pentingnya menjaga kata-kata di depan anak, karena dapat berpengaruh besar pada perkembangan diri, psikologis, dan konsep diri anak.

Berikut ini, 8 hal yang sebaiknya tidak dikatakan kepada anak, terutama usia sampai dengan tujuh tahun:

1. Memberikan Pernyataan Negatif tentang Diri Anak

“Kamu anak yang pelit!”

“Kamu pemalas!”

“Kamu gendut!”

“Kamu nakal!”

Jenis pernyataan semacam itu dapat menyakiti perasaan anak-anak. Mereka akan menjadi seperti  yang orang tua mereka katakan. Sungguh berbahaya, mengingat kata-kata seorang ibu bisa berarti doa untuk anak-anaknya.

Sebaliknya, katakanlah hal-hal positif kepada anak. Jika anak menerima nilai buruk, jangan mengatakan, “Kamu begitu bodoh!”; Katakan sesuatu yang lain. Sebagai contoh, katakanlah, “Jika kamu belajar lebih baik, kamu akan mendapatkan nilai yang lebih baik daripada ini karena kamu sebetulnya adalah anak pintar.” Bukankah kata-kata seperti ini akan lebih menenangkan hati anak kita?

2. Jangan katakan “Jangan Ganggu, Ibu Sibuk!”

Hal ini tampaknya seperti hal yang normal. Seorang ibu sibuk memasak di rumahnya. Atau ayah sibuk membaca berita menarik di koran. Atau mungkin juga melanjutkan tugas yang dibawa dari kantor. Lalu ia mengunci diri di kamarnya. Tiba-tiba anak datang dan meminta dia untuk sebuah bantuan. Dalam situasi yang ketat, orang tua dapat berteriak pada anak itu, “Jangan ganggu aku! Aku sibuk! ”

Menurut Suzette Haden Elgin PhD., penulis yang juga seorang pelatih bela diri verbal dikutip dari parenting.com, bahwa jika orang tua bertindak seperti itu, anak-anak mungkin merasa tidak berarti karena jika mereka meminta sesuatu pada orang tua mereka, mereka akan diberitahu untuk pergi.

Bayangkan… Jika sikap seperti itu diterapkan pada anak-anak kita, maka sampai mereka tumbuh dewasa, kemungkinan besar mereka akan merasa tidak ada gunanya berbicara dengan orangtua.

Di sisi lain, Suzette menyarankan bahwa jika memang sedang benar-benar sibuk, cobalah alihkan perhatian anak-anak untuk melakukan kegiatan lain sebelum kita membantu mereka. Misalnya, jika mereka meminta bantuan dalam melakukan pekerjaan rumah mereka dan kondisinya kita sedang benar-benar sibuk, mintalah mereka untuk melakukan aktivitas lain terlebih dahulu seperti menonton TV. Lalu kemudian, datanglah kepada mereka untuk membantu, asalkan gangguan tersebut tidak terlalu lama.

3. Jangan katakan “Jangan Menangis!”

Berurusan dengan anak-anak yang bertengkar dengan teman-teman mereka atau merasa kecewa karena perlakuan tertentu harus dilakukan secara bijaksana. Tidak perlu untuk memarahi atau meminta anak-anak anda untuk tidak cengeng. Banyak anak yang mengalami hal tersebut, orang tua mengatakan pada mereka, “Jangan cengeng!”, “Jangan sedih!”, “Jangan takut!”

Menurut Debbie Glasser, seorang psikolog anak, mengatakan kata-kata tersebut akan mengajarkan anak-anak bahwa perasaan sedih adalah sesuatu hal yang tidak umum, bahwa menangis bukanlah hal yang baik, sedangkan menangis sendiri merupakan ekspresi dari emosi tertentu yang setiap manusia miliki.

Oleh karena itu, untuk menangani masalah ini, akan lebih baik untuk meminta anak-anak menjelaskan apa yang membuat mereka sedih. Jika mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh teman-teman mereka, jelaskan pada mereka bahwa perilaku teman-teman mereka adalah tidak baik.

Dengan memberikan mereka gambaran perasaan yang mereka rasakan, orang tua telah memberikan mereka pelajaran empati. Anak-anak yang menangis akan segera menghentikan atau setidaknya mengurangi tangisan mereka.

4. Jangan Membanding-bandingkan Anak

“Lihatlah kakakmu, dia bisa melakukannya dengan cepat. Mengapa kamu tidak bisa melakukannya juga?”

“Temanmu bisa menggambar dengan bagus, kenapa kamu tidak?”

“Dulu ketika kecil ibu bisa begini begitu, masa kamu tidak bisa?!”

Perbandingan  hanya akan membuat anak anda merasa bingung dan menjadi kurang percaya diri. Anak-anak bahkan mungkin membenci orang tua mereka karena mereka selalu mendapatkan perlakuan buruk dari perbandingan tersebut (terhadap kakak, adik, atau anak-anak lain), sedangkan perkembangan setiap anak berbeda.

Daripada  membandingkan anak-anak, ibu sebaiknya membantu untuk menyelesaikan persoalannya. Misalnya, ketika anak mengalami masalah mengenakan pakaian mereka sementara saudara mereka bisa melakukannya lebih cepat, orang tua harus membantu mereka untuk melakukannya secara benar.

5. Jangan katakan “Tunggu Ayah Pulang ya! Biarkan kamu dihukum ayah”

Ada kalanya seorang ibu berada di rumah bersama anak-anak mereka tetapi tanpa ayahnya. Ketika anak-anak melakukan kesalahan, ibu tidak segera memberitahu anak-anak tentang kesalahan yang mereka buat. Si ibu hanya mengatakan, “Tunggu sampai ayahmu pulang.” Ini berarti menunggu sampai ayahnya yang akan menghukum nanti.

Menunda mengatakan kesalahan hanya akan memperburuk keadaan. Ada kemungkinan bahwa ketika seorang ibu menceritakan kembali kesalahan yang dilakukan anak-anak mereka, ibu malah membesar-besarkan sehingga anak-anak menerima hukuman yang lebih dari seharusnya.

Ada kemungkinan juga orang tua menjadi lupa kesalahan anak-anak mereka, sehingga kesalahan yang seharusnya dikoreksi terabaikan. Oleh karena itu, akan lebih baik untuk tidak menunda dalam mengoreksi kesalahan yang dilakukan anak-anak sebelum menjadi lupa sama sekali, dan

6. Jangan Terlalu mudah dan berlebihan memberi pujian

Rupanya, memberikan pujian dengan mudah juga bukan hal yang baik. Memberikan pujian dengan mudah akan terkesan “murah”. Oleh karena itu jika seorang anak melakukan sesuatu yang sederhana, tidak perlu memuji dengan “Luar Biasa! Luar Biasa!” Karena anak secara alamiah akan mengetahui hal-hal yang dia lakukan dengan biasa-biasa saja atau luar biasa.

Yang perlu diperhatikan juga, pujilah  sikap anak kita, dan jangan memuji dirinya atau hasil perbuatannya. Sekiranya ia mendapat hasil bagus di sekolah, pujilah “Alhamdulillaah, Ibu bangga dengan kerja keras kamu sehingga kamu mendapat nilai baik!”

Jika kita memuji hasil yang dilakukan anak dan bukan sikapnya, sangat mungkin anak kita akan berfokus pada hasil dan tidak peduli dengan sikap/ karakter yang baik, misalnya… demi mendapat nilai ujian bagus, anak akan rela mencontek atau bertanya pada teman ketika ujian.

7. Jangan Katakan “Kamu Selalu…” atau “Kamu tidak pernah…”

Janganlah melontarkan kalimat dengan “Kamu selalu….” atau “Kamu tidak pernah…”. Memang, kata-kata ini kadang refleks langsung terucap oleh orangtua, namun hindarilah penggunaan kalimat ini.

“Hati-hati, kedua kata-kata itu ada makna di dalamnya. Di dalam pernyataan “Kamu selalu…” dan “Kamu tidak pernah” adalah label yang bisa melekat selamanya di dalam diri anak,” ujar Jenn Berman PhD, seorang psikoterapis.

Berman mengungkapkan, kedua pernyataan yang kerap dilontarkan oleh orang tua ini akan membentuk kepribadian anak. Anak-anak akan menjadi seperti apa yang dikatakan terhadap dirinya. Bila orangtua mengatakan sang anak selalu lupa menelepon ke rumah jika pulang terlambat, maka ia akan menjadi anak yang tidak pernah menelepon ke rumah.

“Sebaliknya, bertanyalah kepada anak tentang apa yang bisa orangtua lakukan untuk membantu dia mengubah kebiasaannya. Misalnya, ‘Ibu perhatikan kamu sering lupa membawa pulang buku pelajaran ke rumah. Apa yang bisa Ibu bantu supaya kamu ingat untuk membawa bukumu pulang?’. Pernyataan seperti itu akan membuat anak merasa terbantu dan nyaman,” jelas dr Berman.

8. Jangan katakan “Bukan begitu caranya, sini biar ibu saja!”
Pernyataan lainnya yang harus kita hindari adalah “Bukan begitu caranya. Sini, biar Ibu saja.” Biasanya orangtua mengeluarkan pernyataan ini jika mereka meminta anak membantu sebuah pekerjaan, namun anak tidak melakukannya seperti yang dikehendaki. Dr Berman mengatakan, orang tua harus menghindari pernyataan ini.

“Ini sebuah kesalahan, karena ia (anak) menjadi tidak belajar bagaimana caranya. Daripada berkata demikian, lebih baik ibu melakukan langkah kolaboratif dengan mengajak anak melakukan pekerjaan itu bersama sambil  ibu menjelaskan bagaimana cara melakukannya,".
(Sumber Ummi-online)

Selasa, 28 April 2015

VERVAL (Verivikasi Validasi)

Pusing pala barbie.....
ketika mendengar kata Verval, kepala ini langsung nyut-nyutan..... karena belum selesai proses aktivasi, bingung ada yang ngga bisa di print S12a nya entah karena sebabnya apa, juga karena tidak ada tempat bertanya... padahal untuk semester ini, proses aktivasi PTK lebih ribet, lebih membingungkan lebih banyak menu, lebih banyak input, hmmmmm.....
yang membuat sedih itu, untuk semester ini tidak ada/belum ada tempat bertanya kalau bingung..... karena orang yang biasa saya tanya untuk semester ini katanya tidak mengurusi Padamu negeri, karena tidak ada SK dari Diknas setempat seperti semester kemarin dan semester sebelum sebelumnya.....
Hari ini, 29 April 2015, kesedihan semakin bertambah tatkala mendengar ada seorang rekan yang resign per hari ini karena alasan suatu hal... rekan tempat currrhaaaat.....rekan tempat bertanya...rekan tempat minta tolong ketika bingung atau tidak bisa mengerjakan sesuatu yang terkait dengan administrasi, karena saya masih awam dalam hal ini.....
#disitu_saya_merasa_sedih
bukan apa-apa yaaa.....tapi hanya merasa kehilangan saja sosok seseorang yang sangat begitu baik siap membantu tanpa mengeluh....


kemudian.... sampai detik ini pun.... saya belum kembali mood untuk menyelesaikan pekerjaan ini....
Kata Marsha.....it's oke wae......
jika bilang begitu memang bisa menyelesaikan masalah....pasti...aq akan bilang seperti itu setiap saat,




Prestasi Akademik memang penting.... Tapi yang ini lebih penting untuk keberhasilan anak

Banyak orangtua yang menginginkan anaknya mendapat nilai bagus. Lantas bagaimana jika sang anak sulit mendapatkan nilai bagus? Akankah Anda sebagai orangtua menghakiminya habis-habisan? Jangan dulu, dan simak artikel pendek ini.

Karena faktanya, nilai akademik tak selalu menjadi jaminan bagi keberhasilan seseorang, meskipun tak dipungkiri ini ikut berperan. Kenyataan membuktikan banyak orang sukses dan berhasil menjadi pemimpin bukan karena kecerdasan otaknya melainkan karena karater dan kepribadiannya.

Menurut motivator sekaligus pemerhati parenting, Merry Riana, ada empat hal yang lebih penting bagi anak daripada sekedar mendapat nilai bagus di sekolah.

"Sebenarnya yang harus menjadi perhatian banyak orangtua adalah seberapa banyak nilai kehidupan yang sudah tertanam di diri anak. Apakah dia bisa jeli membedakan mana tindakan yang baik dan mana
yang buruk," kata Merry dalam seminar Parenting Expo di Jakarta, akhir pekan lalu.

Hal pertama yang penting dimiliki anak adalah proses belajar (learning). Anak harus 'belajar' untuk belajar. Menurut Merry, anak harus punya kemampuan untuk membuka diri dan menerima hal-hal baru dalam hidupnya.

Kedua, kemampuan bersosialisasi dengan orang lain (relationship). Banyak anak yang nilainya bagus, namun kurang bisa memaksimalkan potensinya karena terhambat faktor komunikasi dan kecerdasan emosionalnya kurang.

"Hasilnya anak jadi tidak bisa berkembang. Dan kurang bisa menghargai orang-orang di sekitarnya," imbuh Merry.

Ketiga, adalah faktor uang. Menurut ibu dua anak ini, uang juga memegang peranan penting dalam hidup. Anak harus mampu mengelola uang yang didapatnya dengan bijak untuk mencapai keberhasilan.

Dan yang terakhir, karakter. Anak harus memiliki karakter kuat yang mengantarkannya dalam sebuah kesuksesan. Ia harus menghargai proses dan mau belajar dari pengalamannya agar bisa mencapai puncak kesuksesan.

"Orangtua memiliki peran untuk menciptakan kesuksesan anak. Caranya dengan mengajarkan nilai-nilai yang positif sehingga mereka tumbuh sebagai pribadi yang matang dan dewasa. Jangan jadikan nilai sebagai patokan keberhasilan anak nantinya," ungkap Merry.

Jadi, Anda sebagai orangtua tak perlu berkecil hati bila anak tidak memiliki prestasi akademik yang bagus. Sebab mereka bisa meraih prestasi di bidang lain yang mungkin bisa menjadi jalan untuk kesuksesan mereka. Anda hanya perlu memberikan perhatian kepada buah hati agar mereka bisa mengembangkan bakat dan potensi semaksimal mungkin.
taken from Suara.com

Selasa, 07 April 2015

Kiat memilih Pre-School untuk Anak




Pre-School merupakan sekolah kedua anak setelah bersekolah dengan lingkungan terdekatnya, yaitu Ibu, Ayah dan anggota keluarga yang lain.
Maka dari itu para orang tua sebaiknya tidak salah pilih dalam mencari sekolah yang tepat untuk buah hati……berikut ini adalah hal-hal yang harus di perhatikan dan dilakukan oleh para orang tua….
1.       Pilih yang program nya cocok
Program pendidikan di Pre-School harus sesuai dengan kepribadian si buah hati. Ada anak yang bias beradaptasi dengan program terstruktur rapi, ada yang senang program yang member i peluang untuk aktif dan berkreasi sendiri
2.       Cari tahu aspek pendidikan program
Program yang baik,menstimulasi anak secara kreatif, intelektual, fisik dan social, di seimbangkan dengan permainan bebas, permainan di alam luar, dan aktivitas 
                                   group. jangan buru-buru tertarik pada sekolah yang menjanjikan
                                   keberhasilan akademis. Anak balita belum membutuhkan program akademis formal.
3.       Tanyakan pada orang tua murid
          Tanyakan pada orang tua yang anaknya pernah sekolah di sana, tanyakan pendapat mereka tentang 
           sekolah tersebut.
4.       Survey Pre School
        Yang harus orang tua pertimbangkan, pada jam sekolah :
      a. Perhatikan bagaimana Guru-guru mengatasi pertengkaran anak, anak menangis, anak bosan, atau
          anak   yang membuat anak yang lain nggak nyaman.
      b. Perhatikan bagaimana mereka mendidik anak-anak dengan sifat mirip anak anda. Apakah Guru 
         memperhatikan anak yang tidak mengerjakan apa-apa, dan sebagainya??
      c. Cari tahu pendekatan Guru terhadap disiplin, apakah ia mendisplinkan murid dengan cara positif-
           menggunakan pemecahan masalah, diskusi dan sebagainya?? Kekerasan fisik atau verbal dan sikap
           tidak menggubris konflik, tidak boleh ada di Pre-School.
       d. Amati lingkungan Pre-School: apakah terdengar anak-anak bergembira atau menjerit-jerit tidak
          beraturan?apakah ada banyak anak menangis?tarik nafas panjang untuk mengetahui tingkat 
           kebersihan dan kesehatan, apakah ada bau kamar mandi kotor, bau asap rokok, makanan basi, atau 
           aroma yang tidak mengenakkan lain.
5.       Manfaatkan program trial
          Ajak si Buah hati berkunjung ke Pre-School selama program percobaan, untuk melihat reaksi dan
           animo nya.


Senin, 06 April 2015

Chinno oohh Chinno

Judul yang sepertinya tepat untuk menggambarkan suasana hatiku n otakku saat ini..
Akhir-akhir ini aku n hubby di pusingkan sama tingkah laku Chinno. Chinno yang sangat atraktif...
Ada saja tingkahnya membuatku emosi n jengkel tapi kalo setelah kejadian dan diceritakan kembali rasa jengkel berubah menjadi rasa geli...
Gimana nggak, sudah diperingatkan berkali-kali untuk tidak mendekati meja kerja ayah n bundanya,,tapi masih saja ........... ada saja barang-barang kami yg jadi mainannya, notebook, buku-buku penting, pen, dll. padahal kalo chhinno lg menunjukkan aksinya pada akhirnya Chinno sendiri yg mengalami kejadian ga enak,,entah jatuh, ga bisa turun dr meja, rambute pitak-pitak kena gunting, pipi n matanya kena lem...